Jumat, 11 Maret 2011

WASIAT KE-18 FADHILAH BERAMAL DAN MENCARI REZEKI DENGAN BEKAL TAWAKKAL SERTA ZUHUD


            Wahai anakku sayang, carilah ilmu sebanyak mungkin, supaya engkau dapat mengamalkan dan mendapatkan manfaat darinya untuk dirimu, serta dapat mengajarkannya, menunjukkan dan mengajak ummat manusia dalam mengamalkan ilmu tersebut. Belajarlah, supaya engkau dapat memperdalam ilmu yang telah engkau dapatkan, dengan jalan mengambil pelajaran dari hidup dan kehidupanmu serta engkau akan dapat memperoleh jalan keluar dalam menempuh kehidupan duniawi maupun ukhrawi. Janganlah engkau sekali-kali mencoba untuk mempelajari suatu ilmu, tetapi justeru ilmu tersebut akan mencelakakan dirimu, dan jangan sampai ilmu yang engkau pelajari menjadi pengikat atau pencegah gerak dan langkahmu dalam berpijak, hal ini dikarenakan piciknya pikiranmu dalam mengartikan ilmu, yang pada akhirnya ilmu yang telah engkau miliki itu dapat menjadi jurang pemisah antara kehidupan dan hati nuranimu.
            Wahai anakku sayang, orang yang `alim patut menjadi uswah (contoh) bahi ummat manusia dalam bekerja (mencari penghasilan). Karena dia lebih mengerti cara yang tepat dalam mencari dan menafkahkan hartanya ke jalan yang halal. Dia juga memiliki nur ilmu yang akan memberikan rujukan kepada kita ketika terjadi akad jual beli, utang piutang, bercocok tanam, berdagang, dan menginfakkan harta.
            Wahai anakku sayang, bukanlah termasuk perbuatan yang hina apabila seorang pelajar juga bercocok tanam atau membantu orang tuanya untuk bercocok tanam. Sesungguhnya yang termasuk perbuatan yang hina adalah apabila hanya mengejar-ngejar infak dan sedekah serta menggantungkan diri terhadap belas kasihan orang lain atau hanya selalu menantikan sisa makanan dari orang lain.
            Wahai anakku sayang, sesungguhnya nabi kita pun Rasulullah Muhammad saw pernah menggembalakan kambing sebelum beliau diutus untuk menjadi seorang Nabi, kemudian beliau berdagang sampai pada akhirnya beliau diutus menjadi seorang Nabi, dan beliau tidak pernah meninggalkan usaha untuk hidup serta untuk kehidupannya, yang pada akhirnya rezeki beliau datang dari hasil ghanimah (rampasan perang), sebagaimana Imam Ahmad, Bukhari, dan yang lainnya meriwayatkan dari Abu Hurairah r a., dari Nabi saw beliau pernah bersabda :”Allah swt tidak akan mengutus seorang Nabi, kecuali dengan menggembalakan kambing terlebih dahulu”. Para sahabat bertanya :”Wahai Rasulullah, apakah engkau juga demikian ?”. Beliau saw menjawab :”Benar, aku pernah menggembalakan kambing di kebun sebelah sana (sambil jari telunjuknya mengacungkan kea rah perkebunan), milik penduduk Makkah”. Dalam sejarah kehidupan Rasulullah saw, berdagang pun pernah beliau lakukan. Adapun hadist yang shahih yang menerangkan bahwa Rasulullah saw pernah bekerja sama dengan Khadijah untuk berdagang sebelum beliau saw diutus menjadi seorang Nabi, yaitu dari Imam Ahmad yang telah meriwayatkan hadist dari Ibnu Umar, dari Nabi saw, beliau bersabda :”Aku diutus dengan mengangkat pedang (berjihad) di akhir zaman, hingga Allah swt saja yang abadi, dan tidak ada yang menjadi sekutu bagi-Nya. Dan rezekiku datang dari bawah anak tombak”.
            Wahai anakku sayang, ketahuilah bahwa Abu Bakar As-Shidiq juga termasuk saudagar yang besar, dan pekerjaannya inipun juga berhenti setelah menjadi khalifah yang pertama. Demikian juga pasa sahabat Nabi saw yang lainnya, dan para tabi`in serta para Salafus Shalih, mereka semua selalu bekerja untuk mencukupi keperluan hidupnya. Agama yang mereka miliki tidaklah mencegah dirinya dari pergaulannya dengan ummat manusia dalam usaha mencari rezeki yang halal, tetapi lebih dari itu, bahkan mereka seharusnya menjadi teladan di dalam cara mereka bekerja.
            Wahai anakku sayang, sesungguhnya engkau akan banyak mengetahui terhadap ilmu syara` dalam ajaran Islam, baik itu menyangkut masalah jual beli, gadai, sewa menyewa, berdagang, bertani, dan sebagainya. Oleh karena itu beramallah dengan amalan yang sesuai dengan ilmu yang telah engkau miliki, serta ajarkanlah kepada ummat manusia, sehingga Allah swt akan melipat gandakan pahalamu dalam beramal dan menyebar luaskan ilmu yang telah engkau miliki.
            Wahai anakku sayang, janganlah engkau berpendapat sebagaimana pendapatnya orang-orang yang bodoh, yang mana mereka mengatakan bahwa tawakkal (berserah diri kepada Allah swt) adalah dengan meninggalkan semua usaha (bekerja) dan menyerah begitu saja terhadap takdir-Nya (ketentuan Allah swt). Sesungguhnya seorang petani yang sedang bercocok tanam di sawah pada waktu siang dan malam, adalah merupakan orang yang ber-tawakkal kepada Allah swt, asalkan niatnya baik dan benar. Petani itu telah menebarkan benih di sawah dan ladangnya, memeliharanya dengan baik, dan setelah itu berhasil atau pun tidak berhasil dalam bertani itu, diserahkan sepenuhnya kepada Tuhannya, jika sekiranya Allah swt menghendaki keberhasilannya, tentunya akan tumbuh dan bersemi dengan baik sehingga akan membawa hasil tujuh ratus kali lipat dari benih asalnya, dan apabila Alla swt menghendaki untuk tidak tumbuh, maka sama sekali tidak akan membawa keberhasilan. Itulah sebaik-baik tawakkal yang tidak disertai dengan kesedihan dan kebencian serta keputus asaan, manakala tidak berhasil sebagaimana yang kita harapkan.
            Wahai anakku sayang, “zuhud” (tidak terkesan dengan dunia) bukanlah berarti meninggalkan usaha (bekerja), tetapi zuhud yaitu menghindarkan diri dari mencintai harta keduniaan yang ada di dalam diri. Apabila engkau bekerja sesuai dengan hajat keperluan hidupmu dan senantiasa memberikan pertolongan kepada orang-orang yang lemah, serta bersedekah kepada orang-orang fakir dan engkau tidak mempunyai sedikitpun keinginan untuk menumpuk-numpuk harta kekayaan kecuali dengan jalan yang dibenarkan oleh Allah swt, yaitu harta tersebut digunakan untuk beribadah kepada-Nya. Sebagaimana firman-Nya :
وابـتغ فى مـااتـك الله الدارالاخـرة ولا تـنـس نـصـيـبـك من الد نـيـاواحـسـن كمااحـسن الله الـيـك ولا تـبغ الـفـسـاد فى الارض, ان الله لا يـحـب المفـســدين.
Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan oleh Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kalian melupakan bagianmu dari kenikmatan dunia, dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kalian berbuat kerusakan di muka bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”. (Al-Qashash : 77).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar